Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) merupakan salah satu kawasan hutan ekosistem karst yang termasuk dalam wilayah kepulauan Wallace, deretan batu gamping yang membentang dari Kabupaten Maros hingga Kab. Pangkep berupa tower arst dengan potensi tumbuhan dan satwa liar yang unik dan endemik. Kawasan ini memiliki perwakilan tipe ekosistem alami berupa ekosistem tersterial yang meliputi ekosistem pamah/ dataran rendah berada pada ketinggian 0 – 1.000 mdpl, pegunungan bawah berada pada ketinggian antara 1.000 – 1.500 mdpl, dan pegunungan atas berada pada ketinggian diatas 1.500 – 2.400 mdpl. Pada masing-masing tipe ekosistem alami tersebut, memiliki potensi sumberdaya alam hayati berupa tumbuhan dan satwa liar yang unik serta kekhasan gejala alam berupa fenomena alam yang indah (gua).
Kegiatan Eksplorasi Titik Tertinggi TN Babul, difokuskan pada lokasi di atas ketinggian 1.000 mdpl. Lokasi tersebut berada pada kompleks pegunungan Tondong Karambu yang memiliki 2 (dua) tipe ekosistem alami, yaitu pegunungan bawah dan pegunungan atas. Berdasarkan hasil desk study yang telah dilakukan oleh tim, ditemukan beberapa informasi penting terkait keanekaragaman hayati di Pegunungan Tondong Karambu. Analisis data yang dilakukan dari tahun 2007 hingga 2022 menunjukkan bahwa beberapa spesies seperti Rusa Timorensis hidup dan berkembang di wilayah ini. Namun, diperkirakan masih banyak spesies lain yang belum teridentifikasi di kawasan ini, terutama di kompleks Pegunungan Tondong Karambu.
Maksud kegiatan Eksplorasi Titik Tertinggi TN Babul ini adalah untuk mendata dan memetakan secara spasial keanekaragaman jenis flora dan fauna dalam rangka perlindungan keanekaragaman hayati spesies dan genetik TSL di TN Babul. Tujuan utama kegiatan ini adalah mewujudkan pengelolaan konservasi spesies yang efektif dan efisien sesuai mandat pengelolaan TN dengan fungsi peruntukannya.
Kegiatan yang dilakukan pada tanggal 5 September 2023 sampai dengan 14 september 2023 di Kompleks Pegunungan Tondong Karambu TN Bantimurung Bulusaraung mencakup wilayah yang luas dan beragam. Wilayah ini mencakup area sekitar 10.000 hektar. Secara umum kegiatan ini berhasil melakukan eksplorasi potensi kawasan seluas + 4.000 Hektar atau setara dengan 40 grid dengan luasan 1 Kilometer x 1 Kilometer atau sebesar 40% dari total luas kawasan tondong karambu.
Hingga Tahun 2023, jumlah spesies flora di Daftar spesies Balai TN Babul sebanyak 785 spesies dan 125 spesies angrek. Status IUCN beberapa spesies meliputi 55 spesies masuk dalam kategori LC (Least Concern); 4 spesies VU (Vulnerable) yaitu jenis Lithocarpus indutus, Knema matanensis, Hopea celebica dan Diospyros celebica; 1 spesies berstatus EN (Endangered) yaitu jenis Pterocarpus indicus ; dan 1 spesies DD (Data Deficient) karena kurangnya informasi dan data terkait spesies ini.
Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan Eksplorasi Titik Tertinggi TN Babul, Data yang dikumpulkan dan dibagikan dalam jenis taksa, yaitu Vegetasi, Herpetofauna, Avifauna, Mamalia, dan temuan lainnya yang dijumpai pada saat pelaksanaan kegiatan. Dari kegiatan tersebut data tumbuhan yang didapatkan oleh Tim 1 sebanyak 56 spesies dan Tim 2 sebanyak 63 spesies. Penambahan spesies baru sebanyak 17 spesies berhasil ditambahkan dalam daftar Balai TN Babul yaitu 5 spesies angrek dengan rincian 3 spesies baru dan 2 lainnya berupa perbaikan data karena telah berhasil teridentifikasi pada tingkat spesies.
Daftar spesies Balai TN Babul pada taksa Herpetofauna sebanyak 65 spesies yang meliputi 42 spesies reptil dan 21 spesies amphibi. Spesies endemik meluputi 8 spesies reptil dan 5 spesies amphibi. Berdasarkan status IUCN untuk jenis amphibi ada 11 spesies kategori LC, 1 NT, dan 1 spesies bertatus EN yaitu Limnonectes microtympanum. Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan Eksplorasi Titik Tertinggi TN Babul, tim hanya menemukan 6 spesies kelas amphibi, dengan rincian mendapatkan 1 tambahan Spesies baru yaitu Spesies Rhacophorus edentulus dengan status IUCN kategori LC. Spesies tersebut termasuk satwa endemik namun tidak dilindungi pemerintah.
Untuk hasil temuan pada taksa Avifauna, Tim 1 mendapatkan 25 Spesies Avifauna, 4 di antaranya merupakan spesies baru. Dari empat yang baru tersebut, 3 Spesies berstatus IUCN kategori LC melalui perjumpaan langsung dan 1 spesies lainnya kategori VU (Vulnerable) yaitu Mandar Dengkur yang berhasil terdokumentasi melalui kamera trap. Tim II berhasil mengumpulkan 16 Spesies Avifauna, dimana terdapat 3 spesies baru. Dua di antara tiga spesies tersebut merupakan spesies yang sama ditemukan di Tim 1, sedangkan spesies yang satunya merupakan Myzomela kuehni berstatus IUCN dengan kategori LC.
Pada taksa mamalia, Tim 1 mendapatkan 1 tambahan Spesies baru yaitu Spesies Tupai Hitam Sulawesi (Rubrisciurus rubriventer). Berdasarkan klasifikasi IUCN bahwa spesies ini masuk ke dalam kategori VU (Vulnerable), dan Tim II berhasil mengumpulkan 2 spesies baru. Satu di antara dua spesies tersebut merupakan spesies yang sama ditemukan di Tim 1, sedangkan spesies yang satunya merupakan Tikus dengan nama latin Bunomys andrewsi berstatus IUCN dengan kategori LC. Adapun temuan baru lainnya adalah jenis kupu-kupu, yaitu Mynbrenthia hippalus. Awalnya, jenis ini hanya diketahui tersebar di Sulawesi Tengah. Jenis ini menambah daftar kupu-kupu di TN Babul menjadi 152 jenis, dimana data hingga tahun 2023 adalah 151 jenis.
Dalam pelaksanaan kegiatan ini tim tidak hanya melakukannya pengamatan secara langsung namun juga memasang kamera trap/jebak sebanyak 10 (sepuluh) kamera yang terbagi 6 kamera di tim 1 dan 4 kamera di tim 2. Kamera trap ini dipasang pada ketinggian 1.000 m dpl – 1.700 m dpl dengan durasi selama + 45 (empatpuluh lima) hari.
Dari hasil tangkapan kamera trap, ada 3 temuan baru yang didapatkan, yaitu Tupai Hitam Sulawesi (Rubrisciurus rubriventer), Musang Sulawesi (Macrogaladia musschenbroekii) atau Sulawesi Palm Civet yang merupakan mamalia besar. Tupai ini identik dengan warna hitam di sekujur tubuhnya dan warna merah pada bagian perut dan kakinya, berukuran lebih besar dari tupai lain yang terdapat di Sulawesi. Musang Sulawesi, Seperti kebanyakan musang lainnya, bersifat soliter, aktif pada malam hari (Nokturnal), dan lebih banyak melakukan aktivitas di atas pohon (arboreal). Musang Sulawesi merupakan jenis musang endemik yang hingga saat ini masih misterius dan belum diketahui secara detail karakteristiknya. Misterius dan pemalu, adalah dua ungkapan untuk menggambarkan karakter hewan satu ini. Banyak yang menyatakan bahwa keberadaannya memang sulit dijumpai secara langsung, dikarenakan sifatnya yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia.
Temuan selanjutnya adalah Burung Mandar Dengkur atau Aramidopsis plateni yang merupakan spesies endemik Indonesia, jarang ditemukan, dan terdistribusi di hutan dataran rendah dan hutan perbukitan. Habitat khas spesies ini adalah vegetasi lebat di daerah basah. Mandar dengkur merupakan burung endemik Sulawesi dan merupakan fauna identitas provinsi Sulawesi Barat. Burung ini rentan terhadap kepunahan (VU), sehingga menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Dari hasil pelaksanaan Eksplorasi ini dapat diketahui bahwa masih banyaknya potensi-potensi yang mesti digali lebih dalam di Kawasan TN Bantimurung Bulusarung. Temuan ini bisa memperkaya temuan keanekaragaman hayati di Kawasan khususnya Sulawesi Selatan, dan kita berharap kedepan Kawasan Tondong Karambu itu sendiri bisa menjadi Laboratorium alam dikarenakan banyak potensi keanekaragaman hayati yg bisa dicari.