Tarsius fuscus, satwa nokturnal

TARSIUS MAKASSAR

 

Tercatat 13 spesies tarsius di Indonesia, 12 spesies terdapat di Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, seperti Kepulauan Sangihe dan Talaud, Kepulauan Togean, Pulau Peleng, Pulau Selayar dan Pulau Buton. Hal ini menunjukkan tingginya biodiversitas Sulawesi yang merupakan pulau terbesar di Bio-Region Wallace. Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung merupakan habitat sedikitnya 39 jenis mamalia, terdiri dari 3 jenis dilindungi dan 13 jenis endemik Sulawesi. Salah satu di antaranya adalah tarsius makassar (Tarsius fuscus Fischer, 1804). Tarsius makassar merupakan primata nokturnal dan endemik yang termasuk dalam kelompok tarsius bagiantimur, dengan sebaran terbatas di sekitar bagian selatan SulawesiSatwa ini berpotensi menjadi spesies bendera (flagship species), agen pengendali serangga, serta objek ekowisata satwa liar.

 

Klasifikasi

 

Klasifikasi tarsius makassar menurut Groves dan Shekelle (2010) adalah sebagai berikut: 

Ordo               Primata 

Subordo          Haplorhini 

Infraordo        Tarsiiformes 

Famili             Tarsiidae (Gray 1852) 

Genus             Tarsius (Storr 1780)

Species           Tarsius fuscus, Fischer 1804

 

Identifikasi

 

Tarsius makassar di TN Bantimurung Bulusaraung disebut juga Balao Cangke. Ekornya yang panjang dan melebar ke arah ujung. Warna bulunya umumnya coklat kemerahan di bagian atas dan krem di bagian bawah. Mereka memiliki bintik-bintik hitam di kedua sisi hidungnya dan bercak putih di belakang telinga. Warna bulunya lebih coklat kemerahan dan hanya sedikit bagian yang berwarna abu-abu. Panjang kepala dan tubuhnya sekitar 12,4 – 12,8 cm dengan panjang ekor 24 – 26 cm. Berat badan jantan sekitar 0,126 – 0,133 kg sedangkan betina sekitar 0,113 – 0,124 kg.

 

Perilaku dan Ekologi

 

Tarsius makassar mengeluarkan suara yang khas untuk berkomunikasi antar individu. Mereka memiliki komunikasi vocal sebagai siulan kepada kelompok yang tidak dikenal atau sebagai tanda bila ada gangguan serta sebagai penanda teritori. Mereka monogami, hidup dengan pasangan tetap, dan dikenal arboreal serta aktif pada malam hari. Mereka memakan serangga dan vertebrata kecil.

 

Di hutan bukit batu kapur (karst) dan Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah, TN Bantimurung Bulusaraung mereka umumnya bersarang di lubang atau celah pada tebing karst, di rumpun-rumpun bambu, Ficus sp. dan pohon nira (Arenga Pinnata). Kepadatan populasi tarsius makassar di Desa Tompobulu, Kabupaten Pangkep, kawasan Pegunungan Bulusaraung, TN Bantimurung Bulusaraung bervariasi yaitu 151 individu/km2 di hutan sekunder hutan hujan non dipterocarpaceae pamah, 36 individu/km2 di perkebunan, dan 23 individu/km2 di vegetasi dekat pemukiman (Mansyur, 2012). Sementara di Desa Samangki, Kabupaten Maros, kawasan Pattunuang, TN Bantimurung Bulusaraung adalah 123 individu/km2 di karst di sekitar Sungai Pattunuang Asue (BTNBABUL, 2023).

 

Status Konservasi

 

Tarsius makassar termasuk satwa terancam punah prioritas berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.180/IV-KKH/2015 tanggal 30 Juni 2015 dengan status rentan (Vulnerabledalam Daftar Merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature) (IUCN 2020). 

 

Di Mana Melihatnya

 

Spesies ini terdapat di semenanjung barat daya Sulawesi. Mereka ditemukan di berbagai habitat termasuk hutan primer, hutan sekunder, kebun masyarakat, hutan tepi sungai dari dataran rendah hingga dataran tinggi.

 

Di TN Bantimurung Bulusaraung, spesies ini bisa diamati di karst dan hutan hujan non dipterocarpaceae pamah. Salah satu lokasi yang menarik untuk pengamatan tarsius makassar dengan pendampingan pemandu adalah di Suaka Satwa (SanctuaryTarsius fuscus. Mereka bersuara (vokalisasi) adalah pada jam-jam tertentu seperti pada saat keluar sarang sore hari sekitar jam 18.00 WITA, dan pagi hari sekitar jam 05.00 –  06.30 WITA menjelang masuk sarang. 

 

Sanctuary Tarsius fuscus

 

Salah satu upaya pelestarian tarsius makassar, Balai TN Bantimurung Bulusaraung telah membangun Suaka Satwa (SanctuaryTarsius fuscus di TN Bantimurung Bulusaraung seluas 6,17 ha yang ditetapkan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Nomor SK.205/KSDAE/SET/KSA.2/5/2018 tanggal 14 Mei 2018. Pengelolaan Sanctuary ini mengemban fungsi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari untuk penelitian dan ekowisata.

 

Lokasinya berada di Desa Samangki, Kabupaten Maros, kawasan wisata Pattunuang, TN Bantimurung Bulusaraung. Ekosistem karstnya merupakan habitat atau tempat bersarang beberapa kelompok tarsius makassar.

 

Prasarana yang tersedia seperti label, papan informasi, display room, mushollah, gazebo, shelter, canopy trail sepanjang ± 400 meter, 1 unit kandang habituasi dengan ukuran 21 m ×15 m atau luas 315 m² dan 1 unit kandang penelitian dengan ukuran diameter 12 m atau 113,04 m².