Penulis : Fatmiah N, S.Hut / PEH Ahli Muda
Jejak Kehati yang Terancam

Di balik megahnya tebing karst Maros-Pangkep yang menjulang di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, terdapat kisah-kisah kehidupan yang rapuh namun luar biasa. Keberadaan Tarsius Nokturnal, salah satu primata terkecil di dunia, yang hanya muncul di senyap malam, menggambarkan betapa kaya dan uniknya ekosistem ini. Dengan mata besar yang berkilau dalam gelap, tarsius ini menjadi simbol keanekaragaman hayati yang terancam. Selain itu, kupu-kupu endemik yang menari di antara semak belukar menambah warna kehidupan di sana, menunjukkan interaksi yang harmonis antara flora dan fauna. Semua spesies ini bukan hanya sekadar makhluk hidup, mereka adalah bagian dari ekosistem yang saling terkait dan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam.
Namun, lanskap yang dulunya tenang kini menghadapi berbagai tekanan yang cukup signifikan. Aktivitas wisata yang meningkat, yang seharusnya memberikan manfaat ekonomi, justru sering kali berujung pada kerusakan lingkungan. Pembangunan infrastruktur beton yang masif, seperti jalan dan bangunan wisata, mengubah wajah alami kawasan ini. Perubahan iklim lokal juga mulai memberikan dampak yang nyata, seperti peningkatan suhu dan pola curah hujan yang tidak menentu, yang dapat mengancam habitat alami bagi banyak spesies. Sebagai contoh, beberapa jenis kupu-kupu yang bergantung pada tanaman tertentu untuk bertahan hidup mulai menghilang dari area yang terkena dampak pembangunan.. Hal ini menunjukkan bahwa konservasi dan akses publik harus berjalan seiring, agar tidak ada satu pun pihak yang dirugikan, baik itu masyarakat lokal, wisatawan, maupun ekosistem itu sendiri (detik.com).
SMART Patrol bukan sekadar teknologi, akan tetapi sebagai alat untuk mendengar suara hutan. Ketika tarsius tidak bisa bicara dan kupu-kupu tidak bisa menulis keluhan, data menjadi bahasa yang menjembatani mereka dengan para pengambil kebijakan. Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, sistem ini telah digunakan untuk menyusuri jalur-jalur patroli di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Dengan teknologi yang canggih, SMART Patrol mencatat jejak satwa liar, memantau aktivitas manusia, dan mengidentifikasi potensi konflik antara manusia dan satwa. Setiap laporan yang dihasilkan bukan hanya sekadar data, tetapi juga merupakan potret nyata dari kondisi keanekaragaman hayati yang terus berubah. Misalnya, data yang diperoleh dari pemantauan dapat menunjukkan tren populasi satwa dan tumbuhan, yang kemudian dapat digunakan untuk merumuskan langkah-langkah konservasi yang lebih efektif.
SMART Patrol adalah Teknologi yang Berpihak pada Alam

Bayangkan personil Resor yang tengah berpatroli menyusuri jalur hutan karst TN Bantimurung Bulusaraung. Di tangannya bukan hanya GPS dan buku catatan, tapi sebuah perangkat digital yang secara real-time merekam jejak kehidupan liar dan ancaman yang mengintainya. Teknologi inilah yang dikenal sebagai SMART Patrol (Spatial Monitoring and Reporting Tool) yang mengubah cara kita memahami dan melindungi ekosistem.
Di TN Babul, SMART Patrol telah digunakan untuk memantau dan melindungi keanekaragaman hayati serta habitat endemik yang ada. Dengan bantuan teknologi ini, petugas taman nasional dapat dengan cepat merespons ancaman terhadap spesies yang terancam punah. Dalam laporan tahunan, pihak pengelola mencatat bahwa tingkat kerusakan habitat berkurang secara signifikan, berkat pemantauan yang lebih baik (Laporan Tahunan TN Bantimurung Bulusaraung, 2022).
Cara kerja SMART Patrol sangat intuitif, para petugas melakukan pelacakan di lapangan dengan perangkat yang dilengkapi GPS. Data yang dikumpulkan, seperti lokasi titik-titik pelanggaran, jenis spesies yang terancam, dan kondisi habitat, kemudian diunggah ke dalam sistem berbasis cloud. Data ini dapat diakses secara langsung oleh pengelola kawasan, yang kemudian dapat menganalisis informasi tersebut untuk mengambil keputusan yang lebih baik dalam pengelolaan sumber daya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Conservation International, penggunaan sistem ini telah meningkatkan efisiensi patroli hingga 30% (Conservation International, 2021).
Masyarakat dan Kehati, Menjembatani Teknologi dengan Tradisi
Di TN Bantimurung Bulusaraung, keanekaragaman hayati bukan sekadar koleksi spesies langka, tetapi warisan hidup yang tumbuh bersama tradisi masyarakat lokal. Dari ritual di gua karst yang diyakini sebagai ruang sakral, hingga pengetahuan turun-temurun tentang tanaman obat dan tanda-tanda cuaca di hutan, nilai-nilai ekologis telah lama berakar dalam kebudayaan setempat.

SMART Patrol bukan teknologi yang eksklusif, namun bisa menjadi alat pembelajaran komunitas. Di beberapa wilayah TN Babul, Personil Resor melibatkan warga (Masyarakat Mitra Polhut) dalam proses pengumpulan data. Mereka diajak berpatroli sambil mengidentifikasi jejak satwa, mengenali tanda-tanda gangguan habitat, dan bahkan mencatat informasi menggunakan formulir sederhana. Pendekatan ini tak hanya memperkaya basis data kehati, tetapi juga membangun rasa kepemilikan masyarakat terhadap ekosistem yang mereka tinggali.
Kolaborasi ini semakin bermakna bila dikaitkan dengan pengetahuan tradisional. Informasi tentang lokasi berkembang biak satwa atau pola migrasi kupu-kupu sering kali diperoleh dari warga yang telah hidup berdampingan dengan alam selama puluhan tahun. Ketika data SMART Patrol digabung dengan kearifan lokal, hasilnya bukan hanya lebih kaya, tetapi juga lebih relevan untuk pengelolaan konservasi berbasis masyarakat.

SMART Patrol sebagai Pilar Konservasi Masa Depan
Data biodiversitas bukan sekadar tabel spesies, tetapi merupakan peta kehidupan. Tanpa data yang terintegrasi, spesies bisa punah tanpa pernah tercatat. Indonesia masih kekurangan sistem nasional yang menyatukan data flora, fauna, genom, dan ekosistem. Informasi berserakan di jurnal, lembaga, dan arsip lokal. Akibatnya, konservasi sering berjalan dalam gelap. (Kompas.com)
Di TN Bantimurung Bulusaraung, aplikasi The Kingdom of Butterfly sebagai rancangan dari peniliti digunakan untuk memantau populasi kupu-kupu secara real time. Sanctuary Tarsius fuscus dilengkapi dengan canopy trail dan kandang habituasi untuk observasi perilaku. Setiap suara, lompatan, dan pola tidur tarsius dicatat. Setiap kupu-kupu yang beterbangan di musim pancaroba diidentifikasi hingga ke genusnya.
Sebagai bagian dari ekoregion Wallacea, TN Babul menyimpan kekayaan biodiversitas yang luar biasa:

- Primata endemik seperti Tarsius fuscus dan Macaca maura menghuni hutan-hutan Karaenta dan Pattunuang.
- Julang Sulawesi (Aceros cassidix) dan Kangkareng (Penelopides exarhatus) terbang di kanopi karst.
- Mamalia unik seperti Kuskus Beruang (Ailurops ursinus) dan Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii) menjadi indikator ekosistem sehat.
- Kupu-kupu eksotis, termasuk Cethosia myrina dan Troides helena, menjadikan Bantimurung sebagai “The Kingdom of Butterfly”.
Tak hanya fauna, flora khas seperti anggrek hutan dan rotan liar tumbuh di celah-celah batu kapur, menjadikan TN Babul sebagai laboratorium alam yang hidup.Tanpa data, spesies bisa punah tanpa pernah tercatat. TN Babul telah memulai langkah-langkah strategis:
- SMART Patrol untuk pemantauan kehati dan perlindungan dan pengamanan hutan dari aktivitas illegal.
- Aplikasi “The Kingdom of Butterfly” untuk pelacakan populasi kupu-kupu secara digital.
- Kegiatan edukasi dan pelatihan masyarakat untuk pencegahan kebakaran dan konservasi.
Merawat Jejak, Menyalakan Harapan
Menjaga jejak biodiversitas bukan sekadar mendata spesies atau mencatat angka. Ini tentang merawat napas kehidupan yang tumbuh diam-diam di balik karst, di bawah rindangnya hutan, dan di antara cerita masyarakat lokal. SMART Patrol bukan hanya teknologi,tapi sebagai mata, telinga, dan hati dari mereka yang peduli, yang berjalan kaki menembus medan, mencatat jejak, dan mengubahnya menjadi kisah yang menggerakkan.
Melalui SMART Patrol dan transformasi datanya menjadi cerita, kita sedang menuliskan bab baru dari konservasi yang transparan, partisipatif, dan menyentuh hati. Karena pada akhirnya, jejak keanekaragaman hayati tidak akan bertahan hanya lewat pemetaan atau riset. Akan tetapi perlu dijaga melalui pemahaman yang hidup, cerita yang menyalakan rasa, dan aksi nyata yang berkelanjutan.
Setiap jejak biodiversitas baik itu kupu-kupu, suara Macaca maura di hutan, atau tanaman langka yang tumbuh di celah tebing, menyimpan cerita tentang ketahanan dan keterhubungan. Kehilangannya bukan cuma kehilangan bagian dari ekosistem, tapi juga kehilangan bagian dari cerita hidup manusia tentang budaya yang tumbuh bersama alam, tentang tradisi yang menghormati lingkungan, dan tentang identitas komunitas yang berpijak pada lanskapnya.
Dalam konteks itulah, SMART Patrol lebih dari sekadar sistem pemantauan. SMART patrol adalah lensa untuk melihat bagaimana manusia dan alam saling memengaruhi dan bagaimana informasi bisa menjadi jembatan untuk pengertian yang lebih dalam. Ketika data perjumpaan satwa menjadi bahan cerita, ketika peta ancaman bisa membuka mata publik, dan ketika warga lokal ikut menjaga dan mencatat, konservasi berubah dari kerja teknis menjadi gerakan kemanusiaan.
DAFTAR PUSATAKA
Conservation International. (2021). “Efficiency of SMART Patrol in Conservation Areas.”
Laporan Tahunan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.” (2022)
https://www.detik.com/tag/taman-nasional-bantimurung-bulusaraung
https://lestari.kompas.com/read/2025/04/15/121700286/membangun-big-data-biodiversitas-indonesia
https://theconversation.com/membangun-big-data-keanekaragaman-hayati-kita-251145
Inspirasinusantara.id/rahasia-indahnya-kupu-kupu-bantimurung-surga-keanekaragaman-hayati-yang-terancam/
https://www.bantimurungbulusaraung.id/tarsius-makassar-cute-smart-agile/